PENDAHULUAN KARDINALITAS (URUTAN)
KESAMAAN DUA HIMPUNAN
Himpunan A dan B disebut sama, jika setiap anggota A adalah anggota B, dan sebaliknya, setiap anggota B adalah anggota A.
A=B≡∀_x x ϵ A ↔ x ϵ B
Atau
A=B ≡A ⊆B ∧ B⊆A
Definisi di atas sangat berguna untuk membuktikan bahwa dua himpunan A dan B adalah sama. Pertama, buktikan dahulu A adalah subhimpunan B, kemudian buktikan bahwa B adalah subhimpunan A.
Himpunan A dan B disebut sama, jika setiap anggota A adalah anggota B, dan sebaliknya, setiap anggota B adalah anggota A.
A=B≡∀_x x ϵ A ↔ x ϵ B
Atau
A=B ≡A ⊆B ∧ B⊆A
Definisi di atas sangat berguna untuk membuktikan bahwa dua himpunan A dan B adalah sama. Pertama, buktikan dahulu A adalah subhimpunan B, kemudian buktikan bahwa B adalah subhimpunan A.
HIMPUNAN EKIVALEN
Definisi :
Himpunan A ekivalen dengan himpunan B, yang dinyatakan oleh A~B , jika terdapat sebuah fungsi f:A→B yang satu-satu (one to one) dan pada (onto). Maka fungsi f dikatakan mendefinisikan korespondensi satu-satu diantara himpunan A dan himpunan B
Himpunan A ekivalen dengan himpunan B, yang dinyatakan oleh A~B , jika terdapat sebuah fungsi f:A→B yang satu-satu (one to one) dan pada (onto). Maka fungsi f dikatakan mendefinisikan korespondensi satu-satu diantara himpunan A dan himpunan B
Contoh :
Misalkan R={1,2,5,8} dan T={Mare,Erik,Paul,Betty}. Diagram berikut mendefinisikan sebuah fungsi R ke T yang satu-satu pada onto. Maka R ekivalen dengan T.
Misalkan M= {1,2,3} dan N= {1,2} . jika kita mendaftarkan semua fungsi M pada N , maka tidak satupun diantaranya yang satu-satu pada onto. Maka M tidak ekivalen dengan M.
Jika kita memeriksa kedua contoh di atas, maka tidak sukar untuk melihat bahwa umumnya, dua himpunan berhingga ekivalen satu sama lain jika dan hanya jika kedua himpunan tersebut mengandung elemen yang sama banyaknya. Maka, untuk himpunan berhingga, definisi tersebut bersesuaian dengan arti biasa dari dua himpunan yang mengandung elemen yang sama banyaknya.
Misalkan R={1,2,5,8} dan T={Mare,Erik,Paul,Betty}. Diagram berikut mendefinisikan sebuah fungsi R ke T yang satu-satu pada onto. Maka R ekivalen dengan T.
Misalkan M= {1,2,3} dan N= {1,2} . jika kita mendaftarkan semua fungsi M pada N , maka tidak satupun diantaranya yang satu-satu pada onto. Maka M tidak ekivalen dengan M.
Jika kita memeriksa kedua contoh di atas, maka tidak sukar untuk melihat bahwa umumnya, dua himpunan berhingga ekivalen satu sama lain jika dan hanya jika kedua himpunan tersebut mengandung elemen yang sama banyaknya. Maka, untuk himpunan berhingga, definisi tersebut bersesuaian dengan arti biasa dari dua himpunan yang mengandung elemen yang sama banyaknya.
Misalkan G= [0,1] dan H=[2,5] dan misalkan f:G→H adalah fungsi yang didefinisikan oleh f(x)=3x+2.
Perhatikan bahwa f adalah fungsi yang satu-satu. Maka G~H, G ekivalen dengan H.
Perhatikan bahwa f adalah fungsi yang satu-satu. Maka G~H, G ekivalen dengan H.
Misalkan N= {1,2,3,…} dan E= {2,4,6,…}. Fungsi f:N→E yang didefinisikan oleh f(x)=2x.
Maka f adalah fungsi yang satu-satu. Dan N~E, N ekivalen dengan E.
HIMPUNAN DENUMERABEL
Suatu hinpunan dinamakan Denumerabel jika himpunan tersebut ekivalen dengan himpunan asli N.
Himpunan semua bilangan genap positif merupakan himpunan denumerabel, karena memiliki korespondensi satu-satu antara himpunan tersebut dengan himpunan bilangan asli, yang dinyatakan oleh 2_n.
A={2,4,6,8,…}
Sebuah himpunan dinamakan kauntabel (countable) jika himpunan tersebut berhingga atau denumerabel dan sebuah himpunan dinamakan non-denumerabel (non-denumerable) jika himpunan tersebut tak berhingga dan jika himpunan tersebut tidak ekivalen dengan N, yakni jika himpunan tersebut tidak kauntabel .
Contoh :
Setiap urutan tak berhingga (infinite sequence)
a_1,〖 a〗_2,a_3,…..
dari elemen-elemen yang bernilai adalah himpunan yang denumerabel, karena sebuah urutan pada pokoknya adalah sebuah fungsi yang ranahnya N.
f(n)=a_n
Maka f adalah fungsi yang satu-satu. Dan N~E, N ekivalen dengan E.
HIMPUNAN DENUMERABEL
Suatu hinpunan dinamakan Denumerabel jika himpunan tersebut ekivalen dengan himpunan asli N.
Himpunan semua bilangan genap positif merupakan himpunan denumerabel, karena memiliki korespondensi satu-satu antara himpunan tersebut dengan himpunan bilangan asli, yang dinyatakan oleh 2_n.
A={2,4,6,8,…}
Sebuah himpunan dinamakan kauntabel (countable) jika himpunan tersebut berhingga atau denumerabel dan sebuah himpunan dinamakan non-denumerabel (non-denumerable) jika himpunan tersebut tak berhingga dan jika himpunan tersebut tidak ekivalen dengan N, yakni jika himpunan tersebut tidak kauntabel .
Contoh :
Setiap urutan tak berhingga (infinite sequence)
a_1,〖 a〗_2,a_3,…..
dari elemen-elemen yang bernilai adalah himpunan yang denumerabel, karena sebuah urutan pada pokoknya adalah sebuah fungsi yang ranahnya N.
f(n)=a_n
Jadi, jika an tersebut berlainan, maka fungsi tersebut satu-satu dan pada (one-two-one and onto). Maka setiap himpunan yang berikut adalah himpunan yang denumerabel :
{1, ½, 1/3, ……..1/n, …… }
{1, -2, 3, -4, …. , 〖(-1)〗^(n-1) n, …}
{(1,1), (4,8), (9,27), …. , (n^2 〖,n〗^2 )}
Tinjaulah himpunan hasil kali Ν× Ν seperti yang dipertunjukkan dalam gambar berikut :
(1,1) (1,2) (1,3) (1,4) …..
(2,1) (2,2) (2,3) (2,4) …..
(3,1) (3,2) (3,3) (3,4) …..
(4,1) (4,2) (4,3) (4,4) …..
Himpunan Ν× Ν dapat dituliskan dalam sebuah urutan tak berhingga dari elemen-elemen yang berlainan sebagai berikut :
{(1,1),(2,1),(1,2),(1,3),(2,2),…}
Urutan tersebut ditentukan dengan mengikuti panah dalam gambar diatas. Jadi karena alasan-alasan yang disebutkan dalam contoh pertama maka Ν× Ν denumerabel.
Misalkan M = {1,2, …..} = N ∩ {0} setiap bilangan asli a ε N dapat dituliskan dalam bentuk a=2^r (2_s+1) dimana r,s ε M. Tinjaulah fungsi f∶N →M ×M yang didefinisikan oleh f(a)=(r,s) dimana r dan s adalah seperti penjelasan tersebut. Maka adalah sebuah fungsi satu-satu. Jadi M ×M denumerabel. Perhatikan bahwa N ×N adalah sebuah subhimpunan dari M ×M.
Berikut adalah teorema-teorema yang bersangkutan dengan himpunan denumerabel :
{1, ½, 1/3, ……..1/n, …… }
{1, -2, 3, -4, …. , 〖(-1)〗^(n-1) n, …}
{(1,1), (4,8), (9,27), …. , (n^2 〖,n〗^2 )}
Tinjaulah himpunan hasil kali Ν× Ν seperti yang dipertunjukkan dalam gambar berikut :
(1,1) (1,2) (1,3) (1,4) …..
(2,1) (2,2) (2,3) (2,4) …..
(3,1) (3,2) (3,3) (3,4) …..
(4,1) (4,2) (4,3) (4,4) …..
Himpunan Ν× Ν dapat dituliskan dalam sebuah urutan tak berhingga dari elemen-elemen yang berlainan sebagai berikut :
{(1,1),(2,1),(1,2),(1,3),(2,2),…}
Urutan tersebut ditentukan dengan mengikuti panah dalam gambar diatas. Jadi karena alasan-alasan yang disebutkan dalam contoh pertama maka Ν× Ν denumerabel.
Misalkan M = {1,2, …..} = N ∩ {0} setiap bilangan asli a ε N dapat dituliskan dalam bentuk a=2^r (2_s+1) dimana r,s ε M. Tinjaulah fungsi f∶N →M ×M yang didefinisikan oleh f(a)=(r,s) dimana r dan s adalah seperti penjelasan tersebut. Maka adalah sebuah fungsi satu-satu. Jadi M ×M denumerabel. Perhatikan bahwa N ×N adalah sebuah subhimpunan dari M ×M.
Berikut adalah teorema-teorema yang bersangkutan dengan himpunan denumerabel :
Tiap-tiap himpunan tak berhingga mengandung sebuah subhimpunan yang denumerabel
Sebuah subhimpunan dari sebuah himpunan yang denumerabel adalah subhimpunan yang berhingga atau subhimpunan yang denumerabel.
Sebuah subhimpunan dari sebuah himpunan yang denumerabel adalah subhimpunan yang berhingga atau subhimpunan yang denumerabel.
Sebuah himpunan dari sebuah himpunan yang kauntabel adalah subhimpunan yang kauntabel.
Misalkan A_1,A_2,A_3,… adalah keluarga yang denumerabel dari himpunan yang terputus secara sepasang-sepasang (pairwise disjoint), dan setiap himpunan adalah himpunan yang denumerabel. Maka gabungan himpunan ∪_(i ε N) A_i adalah himpunan yang denumerabel.
Dimisalkan {A_i }_iεI adalah sebuah keluarga yang kountabel dari himpunan-himpunan yang kountabel. Maka ∪_(i ε I) A_i adalah himpunan yang kountabel.
HIMPUNAN NON-DENUMERABEL
Himpunan yang tidak tercacah disebut himpunan non-denumerabel. Contoh dari himpunan ini adalah himpunan semua bilangan riil. Kardinalitas dari himpunan jenis ini disebut sebagai kardinalitas c. Pembuktian bahwa bilangan riil tidak denumerabel dapat menggunakan pembuktian diagonal.
Himpunan bilangan riil dalam interval (0,1) juga memiliki kardinalitas c, karena terdapat korespondensi satu-satu dari himpunan tersebut dengan himpunan seluruh bilangan riil, yang salah satunya adalah : Y=tan〖(πx-1/2〗 π)
Himpunan yang tidak tercacah disebut himpunan non-denumerabel. Contoh dari himpunan ini adalah himpunan semua bilangan riil. Kardinalitas dari himpunan jenis ini disebut sebagai kardinalitas c. Pembuktian bahwa bilangan riil tidak denumerabel dapat menggunakan pembuktian diagonal.
Himpunan bilangan riil dalam interval (0,1) juga memiliki kardinalitas c, karena terdapat korespondensi satu-satu dari himpunan tersebut dengan himpunan seluruh bilangan riil, yang salah satunya adalah : Y=tan〖(πx-1/2〗 π)
HIMPUNAN BERHINGGA DAN HIMPUNAN TAK BERHINGGA
Suatu himpunan disebut himpunan berhingga bila banyak anggota himpunan menyatakan bilangan tertentu, atau dapat juga dikatakan suatu himpunan disebut berhingga bila anggota-anggota himpunan tersebut dihitung, maka proses penghitungannya dapat berakhir.
Sebaliknya suatu himpunan disebut himpunan tak berhingga bila banyaknya anggota himpunan tersebut tidak dapat dinyatakan dengan bilangan tertentu. Atau dapat juga dikatakan suatu himpunan disebut himpunan tak berhingga bila anggota-anggota himpunan tersebut dihitung maka proses penghitungannya tidak dapat diakhiri.
Suatu himpunan disebut himpunan berhingga bila banyak anggota himpunan menyatakan bilangan tertentu, atau dapat juga dikatakan suatu himpunan disebut berhingga bila anggota-anggota himpunan tersebut dihitung, maka proses penghitungannya dapat berakhir.
Sebaliknya suatu himpunan disebut himpunan tak berhingga bila banyaknya anggota himpunan tersebut tidak dapat dinyatakan dengan bilangan tertentu. Atau dapat juga dikatakan suatu himpunan disebut himpunan tak berhingga bila anggota-anggota himpunan tersebut dihitung maka proses penghitungannya tidak dapat diakhiri.
Contoh :
Himpunan berhingga
K = Himpunan nama hari dalam seminggu
L = {x|x < 100, x bilangan cacah ganjil}
P = {x| x negara - negara Asean}
Q = {x| x penduduk Indonesia}
Himpunan tak berhingga
R = Himpunan bilangan asli
L = Himpunan bilangan cacah kelipatan 5
P = {x| x > I00, x bilangan bulat}
Q = {x| x bilangan bulat genap}
HIMPUNAN TERCACAH
Himpunan berhingga
K = Himpunan nama hari dalam seminggu
L = {x|x < 100, x bilangan cacah ganjil}
P = {x| x negara - negara Asean}
Q = {x| x penduduk Indonesia}
Himpunan tak berhingga
R = Himpunan bilangan asli
L = Himpunan bilangan cacah kelipatan 5
P = {x| x > I00, x bilangan bulat}
Q = {x| x bilangan bulat genap}
HIMPUNAN TERCACAH
Suatu himpunan disebut tercacah jika himpunan tersebut adalah berhingga atau denumerabel.
KONTINU
Tidak tiap-tiap himpunan tak berhingga merupakan himpunan yang denumerabael. Teorema berikut memberikan sebuah contoh spesifik yang sangat penting.
“ interval satuan [0,1] tidak denumerabel”
Misalkan sebuah himpunan A ekivalen dengan interval [0,1], maka A dikatakan mempunyai kardinalitas (c) dan mempunyai pangkat kontinu (power of the continuum)
Contoh :
Misalkan [a,b] adalah sebarang interval tertutup dan dimisalkan f∶ [0,1] → [a,b] adalah fungsi yang didefinisikan oleh (x)=a+(b-a)x . Perhatikan bahwa f adalah fungsi satu-satu. Jadi [a,b] mempunyai kardinalitas c. lalu perlu dibuktikan bahwa setiap interval terbuka atau interval setengah terbuka juga memiliki kardinalitas c.
Fungsi f:(-π⁄2,π/2)→R^⋕, yang didefinisikan oleh f (x)=tanx, adalah fungsi satu-satu. Maka R^⋕~(-π⁄2,π/2) dan himpunan bilahgan riel R^⋕ mempunyai pangkat kontinu, yakni mempunya kardinalitas c.
{KARDINALITAS (URUTAN)}
Tidak tiap-tiap himpunan tak berhingga merupakan himpunan yang denumerabael. Teorema berikut memberikan sebuah contoh spesifik yang sangat penting.
“ interval satuan [0,1] tidak denumerabel”
Misalkan sebuah himpunan A ekivalen dengan interval [0,1], maka A dikatakan mempunyai kardinalitas (c) dan mempunyai pangkat kontinu (power of the continuum)
Contoh :
Misalkan [a,b] adalah sebarang interval tertutup dan dimisalkan f∶ [0,1] → [a,b] adalah fungsi yang didefinisikan oleh (x)=a+(b-a)x . Perhatikan bahwa f adalah fungsi satu-satu. Jadi [a,b] mempunyai kardinalitas c. lalu perlu dibuktikan bahwa setiap interval terbuka atau interval setengah terbuka juga memiliki kardinalitas c.
Fungsi f:(-π⁄2,π/2)→R^⋕, yang didefinisikan oleh f (x)=tanx, adalah fungsi satu-satu. Maka R^⋕~(-π⁄2,π/2) dan himpunan bilahgan riel R^⋕ mempunyai pangkat kontinu, yakni mempunya kardinalitas c.
{KARDINALITAS (URUTAN)}
KARDINALITAS
Kardinalitas dari sebuah himpunan dapat dimengerti sebagai ukuran banyaknya elemen yang dikandung oleh himpunan tersebut. Banyaknya elemen himpunan {apel,jeruk,mangga,pisang} adalah 4. Himpunan {p,q,r,s} juga memiliki elemen sejumlah 4. Berarti kedua himpunan tersebut ekivalen satu sama lain, atau dikatakan memiliki kardinalitas yang sama.
Kardinalitas dari sebuah himpunan dapat dimengerti sebagai ukuran banyaknya elemen yang dikandung oleh himpunan tersebut. Banyaknya elemen himpunan {apel,jeruk,mangga,pisang} adalah 4. Himpunan {p,q,r,s} juga memiliki elemen sejumlah 4. Berarti kedua himpunan tersebut ekivalen satu sama lain, atau dikatakan memiliki kardinalitas yang sama.
Menurut teorema Fundamental mengenai Hubungan Kesetaraan, semua himpunan dipartisi kedalam kelas-kelas yang terputus dari himpunan-himpunan yang ekivalen.
Definisi:
Misalkan A adalah sembarang himpunan dan misalkan α menyatakan keluarga himpunan yang ekivalen dengan A. Maka α dinamakan sebuah bilangan kardinal (cardinal number) atau dinamakan kardinal sajadan dapat dinyatakan sebagai berikut α=⋕(A)
Bilangan kardinal dari setiap himpunan ∅,{1},{1,2},{1,2,3},… berturut-turut dinyatakan oleh 0,1,2,3,…, dan dinamakan kardinal berhingga (finite cardinal)
Bilangan-bilangan kardinal dari N, yakni himpunan bilangan asli, dan interval satuan [0,1] dinyatakan dengan ⋕(N)=α, ⋕([0,1] )=c
Simbol ℵ_0(dibaca alef nol) digunakan juga untuk menyatakan kardinalitas himpunan yang denumerabel, yakni ⋕(N), karena inilah symbol yang mulanya digunakan oleg Cantor.
KONSEP KARDINALITAS
KONSEP KARDINALITAS
Bila A ekivalen dengan B, yaitu A ~ B maka dikatakan bahwa A dan B mempunyai bilangan kardinal yang sama atau kardinalitasnya sama.
Untuk menyatakan bilangan kardinal dari A ditulis #(A). Jadi #(A) = #(B) bila dan hanya bila A ~ B. Bila A < B maka dikatakan A mempunyai kardinalitas lebih kecil dari B atau kardinalitas B lebih besar dari A, dengan kata lain :
#(A) < #(B) bila dan hanya bila A < B
#(A) > #(B) bila dan hanya bila A B
#(A) < #(B) bila dan hanya bila A < B
#(A) > #(B) bila dan hanya bila A B
Ilustrasi:
Dua buah himpunan A dan B memiliki kardinalitas yang sama, jika terdapat fungsi korespondensi satu-satu yang memetakan A pada B. Karena dengan mudah kita membuat fungsi {(apel,p),(jeruk,q),(mangga,r),(pisang,s) yang memetakan satu-satu dan kepada himpunan A ke B, maka kedua himpunan tersebut memiliki kardinalitas yang sama.
Dua buah himpunan A dan B memiliki kardinalitas yang sama, jika terdapat fungsi korespondensi satu-satu yang memetakan A pada B. Karena dengan mudah kita membuat fungsi {(apel,p),(jeruk,q),(mangga,r),(pisang,s) yang memetakan satu-satu dan kepada himpunan A ke B, maka kedua himpunan tersebut memiliki kardinalitas yang sama.
ILMU HITUNG KARDINAL
Bilangan-bilangan kardinal dapat ditinjau sebagai sebuah superhimpunan dari kardinal-kardinal berhingga 0,1,2,3,… yakni bilangan asli N dan 0. Definisi berikutnya pada pokoknya akan memperluas operasi penambahan dan operasi perkalian yang biasa untuk bilangan asli kepada operasi untuk semua bilangan kardinal.
Definisi:
Misalkan α dan β adalah bilangan kardinal dan misalkan A dan B adalah himpunan terputus sehingga :
α=⋕(A),β=⋕(B) maka α+β=⋕(A∪B)
αβ=⋕(A×B)
Misalkan α dan β adalah bilangan kardinal dan misalkan A dan B adalah himpunan terputus sehingga :
α=⋕(A),β=⋕(B) maka α+β=⋕(A∪B)
αβ=⋕(A×B)
Teorema :
Definisi diatas sudah didefinisikan secara pasti, yakni definisi α+β dan αβ tidak bergantung pada himpunan khusus A dan B dengan kata lain jika :
A~A^',B~B^',A∩B=∅,A^'∩B^'=∅
Maka ⋕(A∪B)=⋕(A^'∪B^' )
⋕(A×B)=⋕(A^'×B^' )
Himpunan A dan B dianggap terputus dalam definisi diatas karena himpunan A ×{1} dan B×{2} selalu terputus, tak perduli bagaimanapun A dan B, maka definisi tersebut dapat disubsitusikan ,
Misalkan α=⋕(A) dan β=⋕(B)
Maka α+β=⋕(A×{1}∪B×{2})
αβ=⋕(A×B)
CONTOH :
Perhatikan bahwa 3=⋕({a,b,c} ) dan 4=⋕({1,3,5,7} ), maka :
3+4 = ⋕({a,b,c,1,3,5,7} )=7
(3)(4)=⋕({a,b,c}×{1,3,5,7} )=12
Definisi diatas sudah didefinisikan secara pasti, yakni definisi α+β dan αβ tidak bergantung pada himpunan khusus A dan B dengan kata lain jika :
A~A^',B~B^',A∩B=∅,A^'∩B^'=∅
Maka ⋕(A∪B)=⋕(A^'∪B^' )
⋕(A×B)=⋕(A^'×B^' )
Himpunan A dan B dianggap terputus dalam definisi diatas karena himpunan A ×{1} dan B×{2} selalu terputus, tak perduli bagaimanapun A dan B, maka definisi tersebut dapat disubsitusikan ,
Misalkan α=⋕(A) dan β=⋕(B)
Maka α+β=⋕(A×{1}∪B×{2})
αβ=⋕(A×B)
CONTOH :
Perhatikan bahwa 3=⋕({a,b,c} ) dan 4=⋕({1,3,5,7} ), maka :
3+4 = ⋕({a,b,c,1,3,5,7} )=7
(3)(4)=⋕({a,b,c}×{1,3,5,7} )=12
Dengan kata lain, operasi penambahan dan perkalian bilangan kardinal berhingga akan bersesuaian dengan operasi penambahan dan perkalian bilangan asli yang biasa.
Perhatikan bahwa α=⋕({1,3,5,…} )=⋕({2,4,6,…}), maka :
α+α=⋕(N)=α dan αα=⋕(N×N)=α
Teorema :
Operasi penambahan dan perkalian bilangan kardinal adalah operasi sosiatif dan komutatif dan penambahan medistribusikan pada perkalian, yakni untuk sebarang bilangan kardinal α,β dan γ.
(α+β)+γ=α+(β+γ)
(αβ)γ=α(βγ)
α+β=β+α
αβ=βα
α(β+γ)=αβ+αγ
Tidak tiap-tiap sifat penambahan dan perkalian bilanngan asli berlaku secara umum untuk bilangan kardinal.
Perhatikan bahwa α=⋕({1,3,5,…} )=⋕({2,4,6,…}), maka :
α+α=⋕(N)=α dan αα=⋕(N×N)=α
Teorema :
Operasi penambahan dan perkalian bilangan kardinal adalah operasi sosiatif dan komutatif dan penambahan medistribusikan pada perkalian, yakni untuk sebarang bilangan kardinal α,β dan γ.
(α+β)+γ=α+(β+γ)
(αβ)γ=α(βγ)
α+β=β+α
αβ=βα
α(β+γ)=αβ+αγ
Tidak tiap-tiap sifat penambahan dan perkalian bilanngan asli berlaku secara umum untuk bilangan kardinal.
Misalnya untuk bilangan asli, hokum peniadaan selalu benar, yakni :
a+b=a+c menyatakan b=c
ab=ac menyatakan b=c
a+b=a+c menyatakan b=c
ab=ac menyatakan b=c
Karena menurut contoh 2:
α+α=α=1+α tidak menyatakan α=1
αα=α=1α tidak menyatakan α=1
Yakni, bahwa hokum peniadaan tidak berlaku untuk operasi penambahan dan perkalian bilangan kardinal.
Pernyataan :
Eksponen dapat juga diperkenalkan dalam ilmu hitung bilangan kardinal sebagai berikut, misalnya α=⋕(A) dan β=⋕(B) dan misalkan
B^A menyatakan keluarga semua fungsi dari A (eksoponen tersebut) kedalam maka β^α≡⋕(B^A)
Ternyata sifat-sifat eksponen yang berikut yang diketahiu berlaku untuk bilangan asli, juga berlaku untuk sebarang kardinal α,β dan γ
α^β α^γ=α^(β+γ)
(α^β)〗^γ 〖=α〗^βγ
(〖αβ)〗^γ=α^γ β^γ
α+α=α=1+α tidak menyatakan α=1
αα=α=1α tidak menyatakan α=1
Yakni, bahwa hokum peniadaan tidak berlaku untuk operasi penambahan dan perkalian bilangan kardinal.
Pernyataan :
Eksponen dapat juga diperkenalkan dalam ilmu hitung bilangan kardinal sebagai berikut, misalnya α=⋕(A) dan β=⋕(B) dan misalkan
B^A menyatakan keluarga semua fungsi dari A (eksoponen tersebut) kedalam maka β^α≡⋕(B^A)
Ternyata sifat-sifat eksponen yang berikut yang diketahiu berlaku untuk bilangan asli, juga berlaku untuk sebarang kardinal α,β dan γ
α^β α^γ=α^(β+γ)
(α^β)〗^γ 〖=α〗^βγ
(〖αβ)〗^γ=α^γ β^γ
Contoh :
Misalkan A={a,b,c} dan B={1,2}, maka ⋕(A)=3,⋕(B)=2 dan 2^3=⋕(B^A) tetapi B^A persis terdiri dari 8 fungsi:
{(a,1),(b,1),(c,1) },{(a,1),(b,1),(c,2) },{(a,1),(b,2),(c,1) },{(a,1),(b,2),(c,2) },
{(a,2),(b,1),(c,1) },{(a,2),(b,1),(c,2) },{(a,2),(b,2),(c,1) },{(a,2),(b,2),(c,2)}
Maka sebagai kardinal 2^3=8
Dengan kata lain, jika m dan n adalah kardinal berhingga maka m^n menyatakan bilangan yang sama tak peduli bagaimana jika ditinjau m dan n sebagai kardinal atau sebagai bilangan asli.
KETAKSAMAAN DAN BILANGAN KARDINAL
Hubungan ke taksamaan didefinisikan untuk bilangan kardinal sebagai berikut :
Misalkan A={a,b,c} dan B={1,2}, maka ⋕(A)=3,⋕(B)=2 dan 2^3=⋕(B^A) tetapi B^A persis terdiri dari 8 fungsi:
{(a,1),(b,1),(c,1) },{(a,1),(b,1),(c,2) },{(a,1),(b,2),(c,1) },{(a,1),(b,2),(c,2) },
{(a,2),(b,1),(c,1) },{(a,2),(b,1),(c,2) },{(a,2),(b,2),(c,1) },{(a,2),(b,2),(c,2)}
Maka sebagai kardinal 2^3=8
Dengan kata lain, jika m dan n adalah kardinal berhingga maka m^n menyatakan bilangan yang sama tak peduli bagaimana jika ditinjau m dan n sebagai kardinal atau sebagai bilangan asli.
KETAKSAMAAN DAN BILANGAN KARDINAL
Hubungan ke taksamaan didefinisikan untuk bilangan kardinal sebagai berikut :
Definisi:
Misalkan α= ⋕(A) dan β=⋕(B). Selanjutnya misalkan A ekivalen dengan sebuah subhimpunan dari B yakni, misalkan terdapat sebuah fungsi f:A→B yang satu-satu. Maka dapat dituliskan A≲B
Yang membaca “A mendahului B”, dan α≤β , yang meyatakan “α lebih kecil dari pada atau sama dengan β”
Notasi tambahan yang berikut akan digunakan juga :
A≺B berarti A≲B dan A≁B
α<β berarti α≤β dan α≠β
Misalkan α= ⋕(A) dan β=⋕(B). Selanjutnya misalkan A ekivalen dengan sebuah subhimpunan dari B yakni, misalkan terdapat sebuah fungsi f:A→B yang satu-satu. Maka dapat dituliskan A≲B
Yang membaca “A mendahului B”, dan α≤β , yang meyatakan “α lebih kecil dari pada atau sama dengan β”
Notasi tambahan yang berikut akan digunakan juga :
A≺B berarti A≲B dan A≁B
α<β berarti α≤β dan α≠β
Contoh :
Misalkan A dan B adalah himpunan berhingga, katakanlah n=⋕(A) dan m=⋕(B). maka n≤m sebagai bilangan kardinal jika dan hanya jika n≤m sebagai bilangan asli. Dengan kata lain hubungan ke taksamaan dalam himpunan bilangan kardinal adalah perluasan hubungan ke taksamaan dalam himpunan bilangan asli.
Misalkan A dan B adalah himpunan berhingga, katakanlah n=⋕(A) dan m=⋕(B). maka n≤m sebagai bilangan kardinal jika dan hanya jika n≤m sebagai bilangan asli. Dengan kata lain hubungan ke taksamaan dalam himpunan bilangan kardinal adalah perluasan hubungan ke taksamaan dalam himpunan bilangan asli.
Karena N, yakni bilangan asli, adalah subhimpunan dari R#, yakni bilangan rill, maka α ≤ c. Selanjutnya, karena R# tidak denumerable, yakni α ≠ c, α < c
Untuk sebarang himpunan A, fungsi identitas 1A : A → A adalah fungsi satu-satu. Oleh karena itu,maka juga α ≤ α untuk sebarang bilangan kardinal α dainal α.
Jika ƒ : A → B adalah fungsi satu-atu dan g : B → C adalah fungsi satu-satu, maka fungsi komposisi g ° ƒ : A → C adalah juga fungsi atu-satu. Maka :
A ≲ B dan B ≲ C menyatakan A ≲ C
Dan, untuk sebarang bilangan kardinal α,β dan γ,
α ≤ β dan β ≤ γ menyatakan α ≤ γ
A ≲ B dan B ≲ C menyatakan A ≲ C
Dan, untuk sebarang bilangan kardinal α,β dan γ,
α ≤ β dan β ≤ γ menyatakan α ≤ γ
Dalam pandangan kedua contoh terdahulu,maka torema yang berikut ini benar.
Hubungan dalam himpunan yang didefinisikan oleh A ≲ B adalah hubungan reflektif dan tranitif,dan hubungan dalam bilangan cardinal yang didefinisikan oleh α ≤ β adalah juga hubungan reflektif dan trensitif.
KESIMPULAN
Kardinalitas dari sebuah himpunan dapat dimengerti sebagai ukuran banyaknya elemen yang dikandung oleh himpunan tersebut. Dua buah himpunan A dan B memiliki kardinalitas yang sama, jika terdapat fungsi korespondensi satu-satu yang memetakan A pada B. Himpunan bilangan asli ekivalen dengan subhimpunan sejati dari dirinya sendiri. Sifat itu adalah karakteristik himpunan tak berhingga.
Kardinalitas dari sebuah himpunan dapat dimengerti sebagai ukuran banyaknya elemen yang dikandung oleh himpunan tersebut. Dua buah himpunan A dan B memiliki kardinalitas yang sama, jika terdapat fungsi korespondensi satu-satu yang memetakan A pada B. Himpunan bilangan asli ekivalen dengan subhimpunan sejati dari dirinya sendiri. Sifat itu adalah karakteristik himpunan tak berhingga.
Sebuah himpunan dinamakan (countable) jika himpunan tersebut berhingga atau denumerabel dan sebuah himpunan dinamakan (non-denumerable) jika himpunan tersebut tak berhingga dan jika himpunan tersebut tidak ekivalen dengan , yakni jika himpunan tersebut tidak kauntabel .Jika sebuah himpunan ekivalen dengan himpunan N, yaitu himpunan bilangan asli, maka himpunan tersebut disebut denumerabel. Kardinalitas dari himpunan tersebut disebut sebagai kardinalitas α.
Jika sebuah himpunan memiliki kardinalitas yang kurang dari kardinalitas α, maka himpunan tersebut adalah himpunan berhingga, Himpunan disebut himpunan yang tidak tercacah disebut himpunan non-denumerabel ,tercacah jika himpunan tersebut adalah berhingga atau denumerabel Contoh dari himpunan ini adalah himpunan semua bilangan riil, . Kardinalitas dari himpunan jenis ini disebut sebagai kardinalitas .
Tidak tiap-tiap himpunan tak berhingga merupakan himpunan yang denumerabael. Teorema berikut memberikan sebuah contoh spesifik yang sangat penting. “ interval satuan tidak denumerabel”. Misalkan sebuah himpunan ekivalen dengan interval , maka dikatakan mempunyai kardinalitas ( ) dan mempunyai pangkat kontinu (power of the continuum) Misalkan adalah sebarang interval tertutup dan dimisalkan adalah fungsi yang didefinisikan oleh. Perhatikan bahwa adalah fungsi satu-satu. Jadi mempunyai kardinalitas c. lalu perlu dibuktikan bahwa setiap interval terbuka atau interval setengah terbuka juga memiliki kardinalitas
DAFTAR PUSTAKA
Lipshutz, Seymour. 1985. Teori Himpunan (Set Himpunan). Jakarta. Erlangga.
Munir, Rinaldi. 2001. Matematika Diskrit. Bandung: CV. Informatika.
Bahtiar, Sjarif. 1990. Pengantar Dasar Matematika. Bandung: Fakultas MIPA ITB.
Patrick, Suppes. 1993. Introduction to Logic. Mac Milian Publishing Co. Inc. New York.
Pantur, Silaban. 1985. Teori Himpunan. Jakarta: Erlangga.
0 Response to "Kardinalitas"
Posting Komentar